Jagat Raya yang Riuh
2020 genap satu bulan berlalu, kini kita beranjak dari masa-masa suram menuju masa yang diharapkan akan kembali terang. 2021 menjadi harapan baru bagi semua kita di dunia yang sudah semakin tua ini. Terlepas dari persoalan pandemi yang mematikan segala aspek kehidupan, yang melambankan perjalanan, yang mengulur waktu dan menguras tenaga juga pikiran. Bertahan dalam ketimpangan kehidupan, bergelut dengan segala hal yang belum pernah sama sekali kita rasakan. Harus berjaga jarak, mengurangi mobilitas, menggunakan masker, dilarang berkerumun dan menyekat segala aktivitas sosial yang ada. Masa itu, masa yang kelam bagi kita semua, diharapkan akan berhenti ditahun yang baru ini. Dengan kenormalan baru kita langitkan doa agar semua kembali seperti sediakala. Namun kita tahu, bahwa kehendak dan keputusan Tuhan selalu mengejutkan dan tidak pernah bisa terbaca oleh kita sebagai makhluknya.
Alih-alih tahun baru menjadi awal bagi kenormalan yang baru, justru semakin membawa kita pada kepiluan yang lebih mendalam. Di samping angka positif covid yang tak kunjung juga memberikan tanda melandai, di awal-awal bulan di tahun yang baru kita mendapatkan kabar duka yang malah menambah kepiluan. Mulai dari jatuhnya pesawat sirwijaya air di kepulauan seribu, banjir dan gempa di Sulawesi Barat dan Kalimatan Selatan, erupsi gunung merapi di Yogyakarta dan gunung semeru di Malang dan sekitar 263 bencana alam lainya yang terjadi sepanjang Januari awal tahun ini. Semua itu memukul hati kita semua, masa kelam yang disinyalir akan berakhir justru bertambah sendu. Bahkan, sampai saat saya menulis tulisan ini bencana alam seperti, banjir, longsor dan lain sebagainya masih terjadi diberbagai wilayah di Indonesia.
Semua itu tentu tidak terjadi begitu saja dan juga tidak menjadi suatu kebetulan. Segala sesuatu yang terjadi saat ini pasti memiliki sebab-sebab yang menghadirkan suatu akibat. Karena seperti yang dikatakan pepatah bahwa “Tidak akan ada asap jika tidak ada api” artinya semua yang menimpa bumi manusia saat ini pasti memiliki suatu penyebab yang datangnya entah dari diri manusianya sendiri atau mungkin sudah menjadi garis takdir yang telah Tuhan tetapkan.
Namun, terlepas dari itu penulis ingin sedikit memberikan catatan tentang kondisi lingkungan hidup sepanjang tahun 2020-2021 mengenai krisis iklim yang terjadi. Mungkin, selama ini sebagaian dari kita tidak mengatahui bahwa di balik maraknya penyebaran covid 19 juga dibarengi dengan adanya krisis iklim di negara kita ini. Krisis iklim jika dilansir dari krisisiklim.com memiliki pengetian sebuah krisis yang dialami masyarakat di seluruh dunia disebabkan perubahan iklim. Perubahan iklim terjadi ketika suhu rata-rata bumi meningkat dalam jangka waktu yang lama, disebabkan gas rumah kaca yang terjebak di stratosfer. Penyebab gas rumah kaca adalah aktivitas manusia yang melepaskan emisi ke udara, khususnya pembakaran energi fosil serta penggundulan hutan dan penebangan pohon untuk digunakan oleh kepentingan industri.
Dikutip dari tirto.id memaparkan bahwa curah hujan dengan intensitas yang tinggi atau curah hujan yang ekstrem merupakan salah satu fenomena perubahan iklim akibat pemanasan global. Mengutip juga dari ditjenppi.menlhk.go.id perubahan iklim dapat berdampak sangat luas bagi masyarakat. Kenaikan suhu bumi tidak hanya berdampak pada naiknya temperatur tetapi juga mengubah sistem iklim yang mempengaruhi berbagai aspek pada perubahan alam dan kehidupan manusia. Beberapa contoh dampak negatif perubahan iklim adalah seperti gagal panen, cuaca ekstrim dan meningkatnya wabah penyakit.
Dari pemaparan penulis tentang krisis iklim di atas yang penulis rangkum dari berbagai sumber, penulis mencoba untuk mengajak para pembaca yang budiman untuk merenungi segala apa yang telah terjadi selama ini di bumi kita, bumi manusia. Seperti yang sudah penulis katakan dimuka bahwa segala hal terjadi pasti sebab dan musababnya. Seperti yang dikatakan oleh seorang filsuf Yunani Kuno Leukippus yang mengatakan “Tak ada sesuatu yang terjadi tanpa tujuan, sebaliknya segala hal bermula dari dasar tertentu dan terjadi karena keniscayaan” artinya yang menurut hemat penulis bahwasanya Leukippus mencoba memberikan pemahaman bahwa segala fenomena atau peristiwa yang terjadi di muka bumi ini tidak begitu saja terjadi. Pasti hal tersebut terjadi karena adanya faktor yang mendorong (Sebab-musbab), yang menjadikan peristiwa atau fenomena tersebut terjadi (Akibat). Atau kita bisa tarik dari pendapat lain mengenai sebab-musbab ini melalui pendapat tiga filsuf mashur Yunani yaitu Sokrates, Plato dan Aristoteles yang menggunakan istilah sebab akhir. “sebab akhir” dari suatu kejadian adalah peristiwa di masa mendatang yang karena itulah suatu kejadian berlangsung. Dalam urusan manusiawi, konsepsi ini bisa dipakai. Contohnya, mengapa tukang roti itu membuat roti? Karena ia tau orang-orang akan merasa lapar. Artinya bahwa segala sesuatu pasti memiliki sebab-musabab, begitu juga dengan fenomena yang terjadi selama ini, seperti pandemi, banjir, longsor, gempa dsb. Itu pasti memiliki sebab dan musabab yang mengakibatkan alam raya bergemuruh-riuh mengguncangkan hidup manusia.
Kembali kepersoalan di awal, penulis pada sebermulanya ingin mengajak pembaca yang budiman untuk sedikit merenung dan berefleksi kepada diri kita sendiri untuk kembali bertanya dan muhasabah diri. Tentang apa yang selama ini kita lakukan. Apakah peristiwa atau fenomena-fenomena yang terjadi belakangan ini adalah akibat dari diri kita sendiri yang tamak, serakah, sombong, dengki dsb. Atau memang semua itu sudah menjadi keniscayaan yang Tuhan gariskan dalam jalan takdir kehidupan yang kita lalui, dimana penyebab dari semua itu terlepas dari sifat dan sikap kita sebagai manusia. Kendatipun demikian, tetap saja kita selayaknya sebagai seorang makhluk yang tentu tidak lepas dari dosa-dosa dan tindakan yang keluar dari aturan-aturan yang telah ditetapkan sang Maha Kuasa, kita harus selalu bermuhasabah dan meminta ampunan kepada Tuhan yang maha kuasa, dan memohon agar apa-apa yang menimpa kita selama ini bisa secepatnya diangkat oleh Tuhan dan kehidupan bisa kembali berjalan sebagimana sebermulanya. Doa-doa itu harus terus dilangitkan keluar dari perilaku kita atau bukan penyebab dari semua itu, yang terpenting kita sudah berusaha sekuat semampu kita untuk tabah, dan berusaha bertahan melawati semua masa-masa sulit nan suram ini.
Dan pada akhir dari tulisan ini penulis ingin berbelasungkawa dan ikut serta berduka-cita atas segala bencana yang terjadi di bangsa kita ini. Semoga kita senantiasa diberikan ketabahan di tengah-tengah terpaan badai kepiluan. Semoga apa-apa yang telah kita langitkan bisa segera Tuhan kabulkan. dan mari sejenak saja kita bacakan surah al-fatihah untuk kita semua agar senantiasa diberi perlindungan dalam situasi sesulit apapun. Aamiin ya rabbal a’lamin......
wallahu a’lam bissawab.....
Zidan Al Fadlu
Subang, 08 Februari 2021.
Komentar
Posting Komentar